Gelar Konsolidasi, BPJPH dan MUI Akhiri Heboh Produk Halal yang Bermasalah Penamaan

  • adminsadarhalal
  • Okt 15, 2024

Sebagai tanggapan atas adanya produk dengan nama-nama seperti “tuyul”, “tuak”, “beer”, dan “wine” yang telah menerima sertifikat halal, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama mengadakan rapat koordinasi dengan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Komite Fatwa Produk Halal. Rapat ini bertujuan mencari solusi atas 151 produk bersertifikat halal yang diduga bermasalah terkait penamaannya.

Rapat ini dihadiri oleh Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham, Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Mamat S Burhanudin, Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh, Ketua Komite Fatwa Produk Halal Zulfa Mustofa, serta perwakilan dari setiap lembaga terkait.

“Pada hari ini, Selasa 8 Oktober 2024, kita melaksanakan pertemuan konsolidasi dengan Komisi Fatwa MUI dan Komite Fatwa Produk Halal. Konsolidasi ini dilakukan untuk mengidentifikasi nama-nama produk yang diduga bermasalah dan tidak sesuai dengan ketentuan dalam Fatwa MUI,” jelas Muhammad Aqil Irham, di Serpong, Selasa (8/10/2024).

Jumlah Produk Bermasalah Penamaan

Dari total 5.314.453 produk bersertifikat halal, ditemukan 151 produk dengan nama yang bermasalah, atau sekitar 0,0003%. Dari 151 produk tersebut, 30 produk dinyatakan memenuhi pengecualian, sementara 121 lainnya tidak dikecualikan.

Produk-produk ini sebagian berasal dari sertifikasi halal dengan skema reguler, yang kehalalannya ditetapkan oleh Komisi Fatwa MUI, dan sebagian lainnya dari skema self declare yang ketetapan halalnya ditentukan oleh Komite Fatwa Produk Halal

Fatwa MUI SOal Penamaan dan Pengecualian

Ketua Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh, menjelaskan bahwa merujuk pada Fatwa MUI nomor 44 tahun 2020, ada pengecualian terkait penggunaan nama, bentuk, atau kemasan yang sesuai dengan norma masyarakat. Misalnya, “bir pletok” yang dikenal sebagai minuman tradisional halal dan tidak diasosiasikan dengan alkohol. Demikian juga, kata “wine” tidak selalu terlarang, seperti dalam konteks “red wine” yang merujuk pada warna merah, bukan minuman beralkohol.

Namun, ada juga nama-nama produk yang secara substansi tidak sesuai dengan fatwa, dan pelaku usaha diminta untuk melakukan penyesuaian agar sesuai dengan standar fatwa.

Mekanisme Perbaikan

Rapat ini juga membahas mekanisme perbaikan nama produk secara afirmatif sesuai dengan peraturan yang berlaku dan standar fatwa, demi memastikan kepentingan publik dan kepastian halal secara syar’i.

Ketua Komite Fatwa Produk Halal, Zulfa Mustofa, menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir tentang Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) dan sertifikat halal yang dikeluarkan oleh BPJPH. Proses sertifikasi halal, baik dalam skema reguler maupun self declare, mengacu pada standar fatwa yang sama dan diaudit secara ketat. Ada mekanisme perbaikan dan afirmasi untuk produk-produk yang perlu penyesuaian.

Masyarakat diharapkan tetap percaya pada sistem SJPH yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, karena semua sertifikasi halal dikeluarkan berdasarkan fatwa dari MUI atau Komite Fatwa Produk Halal.

Sesuai dengan regulasi yang berlaku, sertifikasi halal dilakukan melalui dua skema: reguler dan self declare. Skema reguler melibatkan pengajuan sertifikasi halal melalui sistem Sihalal BPJPH, pemeriksaan oleh Lembaga Pemeriksa Halal, dan sidang fatwa oleh Komisi Fatwa MUI. Sementara itu, skema self declare ditujukan untuk usaha mikro dan kecil, dengan pendampingan dari Pendamping Proses Produk Halal (P3H), yang hasilnya kemudian disidangkan oleh Komite Fatwa Produk Halal.

Post Terkait :