Sertifikasi halal kini menjadi salah satu aspek penting yang diperhatikan oleh pelaku usaha di Indonesia, terutama di bidang makanan dan minuman. Namun, tidak semua usaha wajib memiliki sertifikat halal. Terdapat sejumlah jenis usaha yang dikecualikan dari kewajiban ini karena produk atau layanan mereka tidak berkaitan dengan kehalalan bahan baku atau proses produksi. Dalam artikel ini, kita akan membahas beberapa kategori usaha yang tidak diwajibkan memiliki sertifikat halal dan alasan di balik pengecualian tersebut.
Usaha Non-Konsumsi Tidak Perlu Sertifikat Halal
Banyak usaha yang bergerak di sektor non-konsumsi tidak diwajibkan memiliki sertifikat halal. Sektor ini mencakup jasa perbankan, teknologi informasi, pendidikan, dan layanan profesional lainnya. Produk dan jasa yang ditawarkan oleh usaha-usaha ini tidak berkaitan dengan bahan konsumsi yang perlu diverifikasi kehalalannya. Sertifikasi halal hanya relevan untuk produk yang dikonsumsi oleh manusia, baik berupa makanan, minuman, jasa yang terkait dengan produk konsumsi dan barang gunaan yang mengandung bahan yang berasal dari hewan.
Statistik dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 2023, sekitar 70% dari seluruh usaha di Indonesia bergerak di sektor jasa dan non-konsumsi. Usaha di sektor ini tidak memerlukan sertifikasi halal karena produk yang ditawarkan tidak melibatkan makanan atau barang konsumsi lainnya.
Usaha dengan Produk Non-Hewani
Usaha yang tidak menggunakan produk hewani atau bahan-bahan yang dapat menimbulkan keraguan terkait kehalalan, seperti produksi tekstil, elektronik, atau furnitur, juga tidak diwajibkan memiliki sertifikat halal. Industri ini berfokus pada pembuatan barang yang tidak dikonsumsi atau digunakan secara langsung oleh tubuh manusia, sehingga kehalalan bahan baku tidak menjadi isu utama.
Menurut Kementerian Perindustrian, sektor manufaktur produk non-hewani seperti tekstil dan elektronik memberikan kontribusi yang signifikan terhadap ekonomi Indonesia. Pada tahun 2022, ekspor tekstil Indonesia mencapai USD 13 miliar. Karena barang-barang yang diproduksi tidak melibatkan bahan makanan atau hewan, sertifikasi halal tidak menjadi kebutuhan utama dalam sektor ini.
Usaha Mikro dan Kecil yang Sepenuhnya Menggunakan Bahan Baku Nabati
Usaha mikro dan kecil yang menggunakan bahan baku nabati sederhana juga dapat dibebaskan dari sertifikasi halal. Produk-produk ini sudah dianggap halal secara alami karena bahan baku yang digunakan tidak berasal dari hewan dan tidak melalui proses yang berpotensi mencemari kehalalan produk.
Data dari Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa pada tahun 2022, UMKM menyumbang lebih dari 60% dari total PDB Indonesia. Banyak dari mereka bergerak di sektor makanan sederhana berbasis nabati yang tidak membutuhkan sertifikasi halal karena bahan bakunya jelas dan halal secara umum.
Produk Mentah yang Tidak Diproses
Usaha yang menjual produk mentah dan tidak diproses seperti pasar tradisional yang menjual buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian juga tidak memerlukan sertifikat halal. Produk-produk ini dianggap secara alami halal selama tidak tercampur dengan bahan-bahan yang haram. Karena tidak melalui proses pengolahan yang dapat mempengaruhi kehalalan, produk mentah ini bisa dijual bebas tanpa memerlukan verifikasi halal.
Pasar tradisional masih menjadi bagian penting dalam rantai distribusi pangan di Indonesia. Menurut BPS, sekitar 80% masyarakat Indonesia masih berbelanja di pasar tradisional untuk kebutuhan sehari-hari. Selama produk yang dijual adalah bahan mentah dan alami, tidak ada kewajiban bagi penjual untuk mengurus sertifikat halal.
Usaha Jasa yang Tidak Menghasilkan Produk Konsumsi
Usaha jasa seperti salon kecantikan, layanan kebersihan, bengkel mobil, dan lainnya tidak perlu mengurus sertifikat halal karena layanan yang mereka tawarkan tidak berhubungan dengan konsumsi manusia. Kehalalan lebih relevan untuk produk yang akan dikonsumsi atau digunakan secara langsung pada tubuh, seperti kosmetik, makanan, dan minuman.
Sektor jasa di Indonesia terus berkembang pesat, terutama di kota-kota besar. Pada tahun 2023, sektor jasa memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia, dengan sekitar 53% dari PDB berasal dari sektor ini. Banyak dari usaha jasa ini tidak memiliki kaitan langsung dengan produk konsumsi, sehingga sertifikasi halal tidak diperlukan.
Kesimpulan
Tidak semua usaha di Indonesia diwajibkan memiliki sertifikat halal. Usaha non-konsumsi, yang tidak menggunakan bahan-bahan hewani, atau yang berbasis produk mentah dan sederhana, bisa beroperasi tanpa harus mengurus sertifikasi halal. Meski begitu, bagi usaha yang memiliki potensi ekspor ke negara-negara Muslim atau yang menargetkan konsumen Muslim, sertifikasi halal dapat menjadi nilai tambah yang signifikan untuk membangun kepercayaan pelanggan.